Tuesday, January 08, 2008

Tanaman Hias untuk Lingkungan Hijau


Mungkin tidak banyak orang awam yang memahami istiah global warming, efek rumah kaca, emisi gas karbon dan semacamnya. Tapi banyak orang awam yang sangat paham bahwa tanaman hias dapat memperindah rumah, halaman dan lingkungannya, serta bagi pebisnis berarti uang. Lalu apa hubungannya dengan masalah lingkungan? Tanaman hias, baik yang berpohon ataupun tidak juga tumbuhan yang bersifat mengikat CO2 dan mengolah menjadi O2 dengan proses fotosintesisnya, yang berarti dapat berperan banyak dalam pelestarian lingkungan.

Saya tertarik untuk menyoroti khusus tanaman hias ini, karena dalam beberapa tahun terakhir sepertinya tanaman hias menjadi semakin booming. Kalau dulu mungkin hanya pecinta tanaman saja yang tertarik untuk memeliharanya. Tapi sekarang, orang-orang yang dulunya tidak pernah menyentuh pun mulai ikut meliriknya. Ketika pulang ke kampung, saya lihat ada sesuatu yang sedikit berubah. Jalanan di kampung terasa lebih hijau. Ternyata setiap rumah memiliki tanaman hias dari yang paling mahal sampai tak ada nilainya tapi sedap dipandang mata. Padahal jarang yang memiliki halaman luas, kebanyakan mereka menanamnya di pot.

Sekitar 3 tahun lalu kita lihat booming tanaman adenium atau anggrek Jepang. Dengan bunganya yang berwarna warni dan bonggolnya bisa dibentuk unik tanaman ini selalu ramai mengisi nurseri dan pameran flora. Hampir bersamaan dengan booming euphorbia atau bunga pukul delapan, dengan bunga bergerumbul warna-warni yang kadang dikaitkan dengan peruntungan. Dan terakhir ini masyarakat luas cukup dihebohkan dengan anthurium. Tanaman tanpa bunga ini sangat fenomenal karena harganya yang selangit, bahkan serasa tidak masuk akal. Bukan hanya diburu oleh pehobi, tanaman ini juga diburu oleh pebisnis tanaman hias dadakan yang mencoba peruntungan dengan sedikit spekulasi.

Ternyata euforia masyarakat terhadap anthurium memunculkan ketertarikan kepada tanaman hias jenis lain seperti aglaonema, philodendrum, keladi dan masih banyak lagi yang sebetulya sudah ada sejak dulu bahkan mungkin sudah ada di halaman rumah kita tanpa kita tahu namanya. Bagi penerbit media cetak, fenomena ini menjadi bisnis baru juga. Kita lihat semakin banyak muncul majalah dan tabloid label baru yang mengulas tentang budidaya tanaman hias.

Tanaman hias yang menjadi highlight di sini adalah dari jenis sansiviera. Tanaman ini bisa sangat berguna untuk penyelamatan lingkungan. Kenapa? Karena tanaman ini disebut sebagai penyaring polusi dan pungurang radiasi. Sansiviera disebut dapat menyerap asap rokok, 107 unsur berbahaya dan dapat menyerap radiasi barang elektronik. Juga mampu menyerap formaldehid 0.983 mg/jam. Ruaangan seluas 100 m2 perlu sansiviera dewasa dengan 4-5 helai daun. [1]

sumber: www.ilusa.net

Tanaman hias yang kadang disebut lidah mertua ini cukup mudah perawatan dan perkembangannya. Selain itu bibitnya tidak mahal dan sangat mudah dijumpai. Tanaman ini juga cocok ditanam di mana saja karena dia dapat hidup dengan sedikit air dan cahaya, dapat tumbuh di daerah 4 musim maupun 2 musim, dan juga cukup tahan terhadap gangguan penyakit. Tanaman dengan daun panjang kaku seperti pedang ini cocok untuk tanaman tepi. Di kota Surabaya saya lihat pemerintah sedang menggalakkan penanaman sansiviera ini, terutama di jalur hijau sepanjang jalan-jalan protokolnya.

Untuk pemeliharaan di rumah tidak ada kesulitan, bila mempunyai halaman luas, sansiviera akan sangat cantik ditanam di pinggiran taman. Tapi bila tidak ada lahan, sansiviera dapat mengisi pot yang bisa ditaruh di luar ataupun dalam rumah. Dengan berbagai jenis dan warnanya, tumbuhan ini dapat mempercantik rumah kita dan tanpa kita sadari dia bekerja mengurangi radiasi yang dapat membahayakan tubuh kita.

Ketertarikan masyarakat terhadap tanaman hias ini dapat dimanfaatkan untuk bersama menghijaukan lingkungan. Mulai dari tingkat terkecil yaitu RT misalnya dengan mencanangkan program 1 rumah minimal 3 tanaman, baik di pot maupun di tanah, saya yakin meskipun daerah perkotaan seperti Jakarta dapat menikmati kampung yang hijau dan indah.

Pemerintah kota juga harus memperhatikan setiap lahan di sepanjang jalan yang dapat ditanami tanaman pohon ataupun tanaman hias. Jangan biarkan tanah di pinggir jalan kosong tanpa tertutupi tumbuhan, dan hanya menjadi lumpur becek saat hujan atau digilas oleh pedagang kaki lima. Bila kita lihat beberapa jalan besar di Jakarta seperti Kebon Sirih, Imam Bonjol, Thamrin sudah tampak hijau dan asri. Tetapi masih banyak ruas-ruas jalan lain yang bisa diolah seperti ini.

Bagi saya yang dari dulu menyukai tanaman, antusiasme masyarakat terhadap tanaman hias ini menjadi fenomena yang sangat menggembirakan. Tanaman hias tidak hanya memiliki nilai estetika, tapi juga nilai ekonomis dan ekologis. Bila kita tidak bisa pergi ke lereng gunung yang gundul dengan membawa bibit pohon berakar keras, setidaknya mari kita mulai dengan menghijaukan rumah kita dengan tanaman cantik yang bekerja mengikat CO2 yang bertebaran dari berbagai sumber pencemar dan merubahnya menjadi O2 yang dapat kita hirup.


-----------------------------

[1] Tunas, Edisi 8


No comments: